Jangan ragu untuk menghubungi kami.
Banyak mitos seputar asma yang beredar di Indonesia. Mana yang benar mana yang salah? Tulisan ini bisa Anda baca untuk mendapatkan fakta yang benar.
Salah penanganan asma bisa berujung dengan kematian. Sayangnya di Indonesia ada banyak sekali mitos dan kepercayaan yang terkadang menghambat penanganan asma secara benar.
Mitos 1: Penyakit asma bisa disembuhkan Fakta: Asma adalah penyakit kronis yang dipicu oleh kelainan patologis genetis, sifat alergi yang menyebabkan asma akan selalu menetap. Karenanya, penderita asma tidak dapat terbebas 100% dari penyakitnya itu. Akan tetapi, gejala asma bisa dikendalikan dengan menggunakan obat pengontrol secara teratur. Jika gejala asma sudah bisa dikontrol, penderita asma pun dapat beraktivitas seperti orang lain. Serangan asma bisa terjadi lagi apabila penderita terpapar faktor pencetus. Karena itu, penderita asma harus menghindari faktor pencetus asma yang bisa berasal dari dalam dan luar tubuh, seperti rasa cemas berlebihan, stres, debu, udara dingin, bulu binatang, polusi udara, dan lain sebagainya.
Mitos 2: Penggunaan inhaler akan alami ketergantungan Fakta: Tidak membuat kecanduan. Justru, pengembangan obat asma dalam bentuk aerosol yang pemakaiannya menggunakan alat inhaler ini merupakan kemajuan terpenting dalam pengobatan asma. Dulu, obat asma harus diminum atau disuntikkan. Dalam jangka panjang hal itu dapat mengakibatkan efek samping, seperti darah tinggi, penyakit gula, tulang keropos, dan lain sebagainya. Dengan penggunaan inhaler, efek samping tersebut dapat dihindari. Obat pun bekerja langsung pada sasaran, yaitu saluran napas, sehingga tidak menyebar ke mana-mana. Dosis yang diberikan juga lebih kecil, yaitu 1/20 dosis minum, sehingga efek samping lebih rendah.
Mitos 3: Asma adalah penyakit saluran pernapasan, bukan penyakit paru Fakta: Gangguan pernapasan pada asma terletak pada alveolus dimana ini merupakan bagian paru. Jadi, penyakit paru bukan hanya TBC saja, namun asma merupakan salah satu penyakit paru. Oleh karena itu, dokter yang menanganipun dokter spesialis paru dan pernapasan.
Mitos 4: Penderita yang kambuh, harus segera merebahkan tubuh sebelum mendapatkan penanganan lebih lanjut Fakta: Mitos ini jelas salah. Penderita yang kambuh justru harus mengatur napasnya dalam posisi duduk. Posisi ini membuat rongga paru menjadi lebih terbuka sehingga memudahkan penderita untuk mendapatkan oksigen. Jangan lupa untuk merenggangkan bagian-bagian yang mengikat seperti tali bra, ikat pinggang, dan baju yang menumpuk—misalnya jaket atau sweater.
Mitos 5: Anak penderita asma pasti juga menderita asma Fakta: Meski sebagian besar asma bersifat genetis, masih ada kemungkinan anak dari orang tua penderita asma tidak menderita asma. Asma merupakan salah satu bentuk alergi. Sifat alergi inilah yang diturunkan orang tua kepada anaknya, bukan penyakit asma itu sendiri. Sebuah penelitian yang dipublikasikan oleh American Journal of Repiratory and Critical Care Medicine, menyebutkan, bila salah satu dari orang tua seorang anak menderita asma, maka risiko anak tersebut mengidap asma tiga kali lebih besar daripada orang lain yang orang tuanya tidak mengidap asma. Dan, apabila kedua orang tuanya menderita asma, maka risiko anak tersebut mengidap asma enam kali lebih besar.
Mitos 6: Asma mudah kambuh bila berada ditempat yang lembab Fakta: Tidak benar. Penderita asma justru disarankan untuk sering berada pada tempat yang udaranya lembab untuk mengurangi serangan asma. Tempat dengan kelembaban tinggi mengandung uap air yang tinggi sehingga membuat penderita asma merasa lebih baik.
Mitos 7: Penderita asma tidak boleh berolahraga Fakta: Pernyataan tersebut juga tidak benar. Penderita asma juga butuh berolahraga untuk menjaga kebugaran tubuhnya. Hanya saja olahraga yang boleh dilakukan oleh penderita asma adalah olahraga ringan yang tidak terlalu melelahkan.